Jaksa Agung Titipan
JAKARTA — Janji presiden Jokowi tidak bagi-bagi kekuasaan, hanya isapan jempol. Buktinya? Kemarin melantik Jaksa Agung dari orang partai yang mendukungnya.
Yaitu HM Prasetyo dari Partai Nasdem. Isunya itu titipan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh yang bersama tivinya (metro TV) sudah habis-habisan mendukung Jokowi saat kampanye.
Tak pelak pelantikan Prasetyo yang juga anggota DPR RI itu menuai protes keras. Reaksi keras datang dari Ketua KPK Abraham Samad. Dia menyayangkan pilihan Presiden Jokowi jatuh ke tangan politisi. Samad khawatir, Prasetyo tidak bisa independen.
“Sangat tidak tepat. Karena orang yang berlatar belakang politisi biasanya mempunyai konflik kepentingan,” ujarnya.
Menurut pria asal Makassar itu, Kejaksaan Agung merupakan salah satu sosok vital dalam penegakan hukum di Indonesia. Itulah kenapa, butuh sosok yang independen dan berintegritas sebagai nahkodanya.
Sebelumnya, Samad memang tidak pernah menyuarakan siapa yang pantas duduk sebagai Jaksa Agung. Dia hanya mengatakan orangnya harus bersih karena menjadi teladan bagi bawahannya.
“Seorang pemimpin itu sekecil apapun”nggakboleh punya cacat karena akan diteladani,” terangnya.
Kiritik pedas juga datang dari Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho. Dia amat menyayangkan pemilihan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Pasalnya, kemampuan dari Prasetyo sangat diragukan.
“ICW saja tidak tahu siapa dia, track recordnya tidak jelas. Pantaslah kalau diragukan,”paparnya.
Selama menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada 2005 hingga 2006, Prasetyo dinilai sama sekali tidak memiliki prestasi. Tidak ada kasus besar atau yang menyedot perhatian masyarakat yang ditanganinya.
“Kami mencari tahu jejak-jejak kasus yang ditanganinya juga tidak ketemu. Siapa dia itu” sama sekali tidak jelas,”tuturnya.
Dengan keputusan Jokowi mengangkat HM Prasetyo, dapat diartikan bahwa presiden telah melanggar janjinya untuk memilih para pembantunya dengan dasar kapabilitas.
“Kemampuan seperti apa yang dimiliki juga tidak terukur,”paparnya.
Apalagi, selama ini HM Prasetya merupakan anggota partai Nasdem. Hal tersebut tidak hanya diartikan mudah diintervensi, namun juga menambah daftar pejabat setingkat menteri yang berasal dari partai politik (Parpol).
“Artinya, saat ini posisi pembantu presiden itu 50 persen professional dan 50 presen partai,” jelasnya.
Yang lebih ironis, kalau para menteri itu menggunakan mekanisme konsultasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transasksi Keuangan (PPATK). Untuk Kepala Jaksa Agung ini, mekanisme itu tidak lagi digunakan.
“Lalu, bagaimana jika ternyata memiliki transasksi keuangan mencurigakan. Pertanggungjawabannya bagaimana ini,” tanyanya heran.
Terpilihnya HM Prasetyo juga dinilai menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum Indonesia. Terutama bagi Koalisi Masyarakat Sipil yang merasa kecolongan atas langkah ini.
“Paling tidak saya katakan ini seperti di siang bolong, ini bukan kabar menyenangkan tetapi mengecewakan kami sendiri sudah kehilangan harapan apakah institusi ini akan berjalan lebih baik atau berjalan di tempat,” tambah peneliti ICW Emerson Yuntho.
Pelantikan HM Prasetyo merupakan kabar buruk. Lantaran pihaknya baru mendapat informasi lima jam sebelum pelantikan.
“Kenapa kita bilang mengecewakan karena informasi ini baru didapat jam 10 pagi tadi, yang mana kami merasa kecolongan, begitu juga dengan teman-teman media atas terpilih dan dilantiknya HM Prasetyo sebagai jaksa agung,” ujarnya
Emerson juga mempertanyakan bagaimana proses terpilihnya Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Apalagi dia anggota DPR dari NasDem.
“Ada apa dengan pemilihan Prasetyo, apa Jokowi ada tekanan dari partai pendukung? Jokowi harus jelaskan ke publik,” pintanya.
“Saya melihat pemilihan Jaksa Agung ini menurunkan derajat keseriusan Jokowi dalam agenda pemberantasan korupsi. Sangat disayangkan,” terang Guru Besar Hukum UGM Denny Indrayana, Kamis (20/11).
Denny menyampaikan, semestinya dalam setiap keputusan presiden selain aspek regulasi, juga perlu diperhatikan faktor aspirasi.
“Dalam pemilihan Jaksa Agung ini, Presiden Jokowi memang tidak menabrak sisi regulasi, karena pemilihan Jaksa Agung adalah hak prerogatif presiden. Namun, dari sisi aspirasi, Presiden Jokowi menghilangkan kesempatan emas untuk menegaskan tiga hal,” jelas Denny.
Dia kemudian menguraikan tiga hal yang menjadi catatan dalam pemilihan Prasetyo ini. Satu, independensi penegakan hukum dari pengaruh buruk kepentingan politik, karena yang dipilih adalah kader parpol. Dua, menghilangkan kesempatan emas untuk menegaskan upaya pemberantasan korupsi yang lebih baik, karena tidak memilih figur yang lebih baik rekam jejaknya.
“Paling tidak hal ini tercermin dari penolakan KPK dan ICW. Tiga, menghilangkan kesempatan emas untuk melakukan reformasi kejaksaan yang lebih mendasar,” tutup dia.
Sejumlah pihak menuding, Prasetyo yang juga politisi NasDem adalah titipan dari Ketua NasDem, Surya Paloh.
“Orang silahkan saja duga-duga,” jawab Prasetyo, usai pelantikan di Istana Negara.
Menurut Prasetyo, Surya Paloh adalah politikus santun. Dengan demikian, dia yakin pimpinan Partai NasDem tersebut tak akan intervensi Jokowi dalam jabatan Jaksa Agung.
“Saya rasa semua orang tahu siapa Pak Surya Paloh, dia politiknya seperti apa, dia tidak mungkin sembarangan,” ujarnya.
Mantan Jampidum itu juga akan membuktikan kinerjanya sejak menjabat jadi Jaksa Agung. Dia tidak peduli kalau banyak pihak yang menolak dirinya.
“Saya diam saja, nanti saya buktikan,”