Jadi Bupati Karena Doa Orang Tua

Jadi Bupati Karena Doa Orang Tua

Banyak pemimpin besar lahir dari orang desa dan keluarga biasa. Begitupun bupati Pati, Haryanto. Dari anak petani Desa Raci, Kecamatan Batangan Kabupaten Pati, pria berkumis itu berhasil menjadi orang nomor satu di Bumi Minatani. Seperti apa kisahnya?

Haryanto kecil tak lebih dari anak desa umumnya. Dengan kehidupan yang serba pas-pasan, dia ditempa kehidupan susah. Tapi justeru dari situlah terlecut mimpi besar untuk menjadi anak yang berguna.


Namun putra keempat dari pasangan Hadirejo dan Jamisih ini mengaku tak pernah sedikit pun punya angan-angan menjadi pejabat tinggi apalagi sebagai bupati. Haryanto kecil hingga muda malah bercita-cita ingin berkarir di militer.


“Sedari kecil saya ndak pernah punya angan-angan jadi bupati.


Itu ibaratnya membayang terlalu tinggi sedangkan saya berasal dari desa yang jauh dari Pati kota. Jadi tak sedikit pun kepikiran,” tuturnya  kepada Pati Pos-Jateng Pos, Jumat (27/2).


Bersama teman-temannya, Haryanto kecil lebih banyak menghabiskan waktu di sawah dan sungai. “Usai pulang sekolah biasanya saya dan teman-teman ke sawah atau kali. Kalau di sawah ya main lamporan, bentikan, atau bola. Kalau di kali ya nglangi. Khas mainan anak desa zaman dulu,” kenangnya.


Ketika sore menjelang, dia bergegas ke langgar desa yang masih terbuat dari kayu. Di sanalah dia menekuni ilmu pengetahuan keagamaan yang hingga saat ini selalu dipegang teguhnya dengan baik.


Haryanto kecil sangat suka bermain bola dan bola voli. Dia sering lupa waktu dan kemalaman kalau sudah bermain bola. Pernah suatu ketika saat dirinya berusia 7 tahun. Orang tuanya baru saja membelikannya celana baru. “Pas itu saya diajak nglangi di kali. Celana baru saya lepas dan hilang. Waktu pulang, saya pun kena marah orang tua,” kisahnya.


Hanya saja sang ayah memang sangat perhatian dengan anak-anaknya. “Bapak memang sangat perhatian kepada anak-anaknya termasuk saya. Apalagi setelah ibu meninggal waktu saya usia 5 atau 6 tahun,” ungkapnya.


Tak hanya berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari keenam buah hatinya, Hadirejo pun selalu memberikan dukungan moral kepada anak-anaknya.


“Nah, ini yang paling saya ingat. Bapak selalu menyuruh saya rajin belajar,” jelasnya.


Saat itu, dia masih kelas 3 SMP. Sang ayah duduk di sampingnya seraya berkata, “Le, olehmu sekolah sing pinter, sopo reti iso dadi Bupati. Begitu kata ayah kepada saya, dan entah karena ada wali lewat yang mengamini atau bagaimana ternyata sekarang saya bisa jadi Bupati di Pati,” tuturnya.


Dia mengaku, usai lulus sekolah SMA di Semarang, dia mengikuti seleksi AKABRI beberapa kali.
“Saya pengennya jadi tentara. Lulus sekolah saya ikut seleksi AKABRI beberapa kali sambil tetap kuliah di Semarang. Tapi karena bukan takdirnya ya ndak lulus-lulus. Malah akhirnya jadi PNS di Pati hingga menjabat jadi Bupati,” jelasnya.


Doa sang ayah untuknya terwujud nyata. Dirinya kini menjadi bupati Pati untuk periode 2013-2017.


“Memang ada dua doa Bapak yang terkabul. Yang pertama waktu Bapak mendoakan saya jadi Bupati. Yang kedua, waktu Bapak mendokan kakak, adik, dan ipar saya jadi kepala desa. Kesemuanya benar-benar terjadi,” pungkasnya.

Terbaik untuk Masyarakat
Bagi Haryanto, mendapat amanah sebagai pemimpin bukanlah sesuatu yang menggembirakan. Seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab kepada dirinya tapi juga masyarakat yang dipimpinnya. Kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.


Dasar pemikiran inilah yang menjadi pedoman Haryanto saat diamanati tanggung jawab sebagai seoran bupati.


“Menjadi pemimpin bukanlah perkara yang mudah. Ada banyak hal yang harus dilakukan demi terwujudnya kemakmuran kehidupan masyarakat yang dipimpin,” ujarnya.


Tak heran sejak memulai karir sebagai Kasubbag Perangkat dan Administrasi Desa Setda Kabupaten Pati, hingga menjadi bupati Pati, dia berusaha memberikan yang terbaik kepada orang-orang yang dipimpinnya. “Saya berusaha untuk memberikan yang terbaik kepada mereka yang saya pimpin dan berusaha untuk bekerja semaksimal mungkin ,” tuturnya.


Salah satu yang dia kenang adalah ketika masih bertugas sebagai Camat di Sukolilo.


“Waktu itu sungai tus di Sukolilo kondisinya sangat tidak baik dan memang harus dinormalisasi.

Saya berangan agar suatu saat bisa menormalisasi sungai itu. Akhirnya, setelah menjadi Bupati, saya pun menormalisasi sungai itu dan sekarang para petani Sukolilo bisa terbantu untuk irigasi lahannya,” terangnya.


Dia pun menyempatkan diri berkunjung ke petani dan menanyakan hasil panen. “Saya senang ketika mereka mengatakan ‘Pak, saya berhasil panen 20 juta. Pak, saya kemarin bisa jual gabah sampai 60 juta’. Berita itu sangat menggembirakan bagi saya karena saya bisa membuat mereka tersenyum bahagia,” jelasnya.


Saat inipun dia juga berharap agar jembatan Sampang segera bisa dibangun. “Dengan dibangunnya jembatan Sampang sebagai jembatan permanen, geliat perekonomian masyarakat sekitar Jembatan Sampang akan bisa lebih maju,” tuturnya.


Karenanya, dia merasa sedih juga ketika ada beberapa pihak yang masih beranggapan negatif terhadap kerja kerasnya. “Sebagai bupati memang menyenangkan ketika dihargai oleh masyarakat tapi juga sedih ketika sudah berusaha namun masih ada pihak yang berpikiran buruk. Tapi itulah dinamika kehidupan menjadi seorang pemimpin.”


Satu-satunya keinginan sederhananya adalah bisa menyelesaikan tugasnya sampai purna tanpa masalah. “Sebuah karya yang baik adalah karya yang terselesaikan, begitu pula dengan jabatan. Makanya, saya berharap bisa menyelesaikan tugas saya sebagai bupati Pati dan memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat,” jelasnya.

Ketua DPC PDIP Karesidena Solo Wajah Lama Notebook Hybrid Canggih Dikelasnya